Mengidentifikasi Latar Cerita Rakyat


Dalam pelajaran 9, Anda telah belajar membaca cerita rakyat.
Sekarang, Anda akan melanjutkan pelajaran tersebut. Dalam
pelajaran sebelumnya, Anda telah mengenal karakteristik cerita
rakyat dan unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat. Sebaiknya,
Anda baca kembali pelajaran tersebut karena materi yang dipelajari
juga akan dipelajar  sekarang ini.
Dalam pelajaran ini, Anda juga akan berlatih mengidentifikasi
karakteristik cerita rakyat yang didengarkan; menentukan isi dan
atau amanat yang terdapat dalam cerita rakyat; membandingkan
nilai-nilai dalam cerita rakyat dengan nilai-nilai masa kini dengan
menggunakan kalimat yang efektif; dan mengungkapkan kembali
cerita rakyat dalam bentuk sinopsis. Namun, jika sebelumnya Anda
belajar menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita
rakyat, sekarang Anda belajar menemukan hal-hal yang menarik
tentang latar cerita rakyat.

Anda telah menemukan hal-hal menarik tentang tokoh
cerita rakyat “Raden Sandhi". Sekarang, temukanlah hal-hal me-
narik tentang latar cerita rakyat tersebut. Hal-hal menarik tentang
latar tersebut dapat berupa latar tempat, latar waktu, atau keadaan
terjadinya peristiwa dalam cerita rakyat tersebut. Misalnya, tentang
kemistikan daerah Paloh.
Selanjutnya, mintalah salah seorang temanmu untuk mem-
bacakan cerita rakyat berikut di depan kelas. Teman-teman yang
lainnya mendengarkan dengan baik.
Mengidentifikasi Latar
Cerita Rakyat
A

Dalam pelajaran ini, Anda akan berlatih mengidentifikasi latar
cerita rakyat yang disampaikan secara langsung. Anda akan menganalisis
unsur-unsur pembangunnya, kemudian Anda susun sinopsisnya. Dengan
demikian, pengetahuan Anda seputar cerita rakyat akan bertambah.
Anda pun akan semakin menghargai kebudayaan bangsa.
Asal Mula Terjadinya Burung Ruai

Konon, pada zaman dahulu, di daerah Kabupaten
Sambas, tepatnya di pedalaman benua Bantahan
sebelah Timur Kota Sekura, Ibukota Kecamatan Teluk
Keramat yang dihuni oleh Suku Dayak, telah terjadi
peristiwa yang sangat menakjubkan untuk diketahui
dan menarik untuk dikaji, sehingga peristiwa itu
diangkat ke permukaan.

Menurut informasi orang bahwa di daerah
tersebut terdapat sebuah kerajaan yang kecil,
letaknya tidak jauh dari Gunung Bawang yang
berdampingan dengan Gunung Ruai. Tidak jauh dari
kedua gunung dimaksud terdapatlah sebuah gua
yang bernama "Gua Batu", di dalamnya terdapat
banyak aliran sungai kecil yang di dalamnya terdapat
banyak ikan dan gua tersebut dihuni oleh seorang
kakek tua renta yang boleh dikatakan sakti.

Cerita dimulai dengan seorang raja yang
memerintah pada kerajaan di atas dan mempunyai
tujuh orang putri. Raja itu tidak mempunyai istri lagi
sejak meninggalnya permaisuri atau ibu dari ketujuh
orang putrinya. Di antara ketujuh orang putri tersebut
ada satu orang putri raja yang bungsu atau si bungsu. Si
bungsu mempunyai budi pekerti yang baik, rajin, suka
menolong dan taat pada orang tua, oleh karena itu
tidak heran sang ayah sangat menyayanginya.

Lain pula halnya dengan keenam kakak-ka-
kaknya, perilakunya sangat berbeda jauh dengan
si bungsu. Keenam kakaknya mempunyai hati yang
jahat, iri hati, dengki, suka membantah orang tua,
dan malas bekerja. Setiap hari yang dikerjakannya
hanya bermain-main.

Dengan kedua latar belakang inilah, sang ayah
(raja) menjadi pilih kasih terhadap putri-putrinya.
Hampir setiap hari keenam kakak si bungsu
dimarahi oleh ayahnya, sedangkan si bungsu sangat
dimanjakannya. Melihat perlakuan inilah, keenam
kakak si bungsu menjadi dendam. Mereka bahkan
benci terhadap adik kandungnya sendiri. Apabila
ayahnya tidak ada di tempat, sasaran sang kakak
adalah melampiaskan dendam kepada si bungsu
dengan memukul habis-habisan tanpa ada rasa
kasihan. Tubuh si bungsu pun menjadi kebiru-biruan.
Karena takut dipukuli lagi, si bungsu menjadi takut
dengan kakaknya.

Untuk itu, segala hal yang diperintahkan kakak-
nya, mau tidak mau si bungsu harus menurut. Ia harus
mencuci pakaian kakaknya, membersihkan rumah
dan halaman, memasak, mencuci piring, bahkan
yang paling mengerikan lagi, sibungsu biasa disuruh
untuk mendatangkan beberapa orang taruna muda
untuk teman/menemani kakaknya yang enam orang
tadi. Semua pekerjaan hanya dikerjakan si bungsu
sendirian sementara keenam orang kakaknya hanya
bersenda gurau.

Sekali waktu, pernah akibat perlakuan keenam
kakaknya itu, terhadap si bungsu diketahui oleh sang
raja (ayah) dengan melihat badan (tubuh) si bungsu
yang biru karena habis dipukul. Ia takut untuk
mengatakan yang sebenarnya pada sang ayah.Jika
sang ayah menanyakan peristiwa yang menimpa si
bungsu kepada keenam kakaknya, mereka membuat
alasan-alasan yang menjadikan sang ayah percaya
seratus persen bahwa tidak terjadi apa-apa. Salah
satu yang dibuat alasan sang kakak adalah sebab
badan si bungsu biru karena si bungsu mencuri
pepaya tetangga, kemudian ketahuan dan dipukul
oleh tetangga tersebut. Karena terlalu percaya
terhadap cerita dari sang kakak, sang ayah tidak
memperpanjang permasalahan dimaksud.

Begitulah kehidupan si bungsu yang dialami
bersama keenam kakaknya. Meskipun demikian,
si bungsu masih bersikap tidak menghadapi per-
lakuan keenam kakaknya. Kadang-kadang, si bungsu
menangis tersedu-sedu menyesali dirinya mengapa
ibunya begitu cepat meninggalkannya. sehingga
ia tidak dapat memperoleh perlindungan. Untuk
perlindungan dari sang ayah boleh dikatakan masih
sangat kurang. Karena ayahnya sibuk dengan urusan
kerajaan dan urusan pemerintahan.

Setelah mengalami hari-hari yang penuh keseng-
saraan, maka pada suatu hari berkumpullah seluruh
penghuni istana untuk mendengarkan berita bahwa
sang raja akan berangkat ke kerajaan lain untuk
lebih mempererat hubungan kekerabatan di antara
mereka selama satu bulan. Ketujuh anak (putrinya)
tidak ketinggalan untuk mendengarkan berita tentang
kepergian ayahnya tersebut. Pada pertemuan itu pula,
diumumkan bahwa kekuasaan sang raja selama satu
bulan itu dilimpahkan kepada si bungsu. Hal yang penting
jika sang raja tidak ada di tempat, masalah-masalah
yang berhubungan dengan kerajaan (pemerintahan)
harus mohon (minta) petunjuk terlebih dahulu dari si
bungsu. Mendengar berita itu, keenam kakaknya terkejut
dan timbul niat masing-masing di dalam hati kakaknya
untuk melampiaskan rasa dengkinya, bila sang ayah sudah
berangkat nanti. Timbullah dalam hati masing-masing
kakaknya mengapa kepercayaan ayahnya dilimpahkan
kepada si bungsu, bukan kepada mereka.

Para prajurit berdamping dalam keberangkatan
sang raja sangat sibuk untuk mempersiapkan segala
sesuatunya. Pada keesokan harinya, berangkatlah
pasukan sang raja dengan bendera dan kuda yang
disaksikan oleh seluruh rakyat kerajaan dan dilepas
oleh ketujuh orang putrinya.

Keberangkatan sang ayah sudah berlangsung satu
minggu yang lewat. Sampai tibalah saatnya, yaitu saat-
saat yang dinantikan oleh keenam kakaknya si bungsu
untuk melampiaskan nafsu jahatnya. Mereka ingin
memusnahkan si bungsu supaya jangan tinggal bersama
lagi dan bila perlu si bungsu harus dibunuh. Tanda-tanda
ini diketahui oleh si bungsu lewat mimpinya yang ingin
dibunuh oleh kakanya pada waktu tidur di malam hari.

Setelah mengadakan perundingan di antara
keenam kakaknya, rencana pun sudah matang, maka
pada suatu siang keenam kakak di bungsu tersebut
memanggil si bungsu. Apakah yang di-lakukannya?
Ternyata, keenam kakaknya mengajak si bungsu
untuk mencari ikan (menangguk) yang di dalam
bahasa Melayu Sambas mencari ikan dengan alat
yang dinamakan tangguk yang dibuat dari rotan dan
bentuknya seperti bujur telur (oval). Karena sangat
gembira kakaknya mau berteman lagi dengannya, si
bungsu menerima ajakan tersebut. Padahal, dalam
ajakan tersebut terselip sebuah balas dendam
kakaknya terhadap si bungsu, tetapi si bungsu tidak
menduga hal itu sama sekali.

Tanpa berpikir panjang lagi, berangkatlah ketujuh
orang putri raja tersebut pada siang itu. Mereka
masing-masing membawa tangguk dan sampailah
mereka bertujuh di tempat yang akan mereka tuju
(lokasi menangguk), yaitu gua batu. Si bungsu disuruh
masuk terlebih dahulu ke dalam gua kemudian diikuti
oleh keenam kakaknya. Setelah mereka masuk, si
bungsu disuruh berpisah dalam menangguk ikan
supaya mendapat lebih banyak dan ia tidak tahu bahwa
ia tertinggal jauh dengan kakak-kakanya.

Si bungsu sudah berada lebih jauh ke dalam gua.
Adapun keenam kakaknya masih saja berada di muka
gua dan mendoakan supaya si bungsu tidak dapat
menemukan jejak untuk pulang nantinya. Keenam
kakaknya tertawa terbahak-bahak sebab si bungsu
telah hilang dari penglihatan. Suasana gua yang
gelap gulita membuat si bungsu menjadi betul-betul
kehabisan akal untuk mencari jalan keluar dari gua
itu. Tidak lama kemudian, keenam kakaknya pulang

dari gua batu menuju rumahnya tanpa membawa si
bungsu dan pada akhirnya si bungsu pun tersesat.

Merasa bahwa si bungsu telah dipermainkan
oleh kakaknya tadi, tinggallah ia seorang diri di
dalam gua batu tersebut. Ia duduk bersimpuh di atas
batu pada aliran sungai dalam gua untuk meratapi
nasibnya yang telah diperdayakan oleh keenam
kakaknya. Si bungsu hanya dapat menangis siang dan
malam sebab tidak ada satu pun makhluk yang dapat
menolong dalam gua itu kecuali keadaan yang gelap
gulita serta ikan yang berenang ke sana ke mari.

Bagaimana nasib si bungsu? Tanpa terasa si
bungsu berada dalam gua itu sudah tujuh hari tujuh
malam lamanya. Namun, ia masih belum bisa untuk
pulang. Pada hari ketujuh, si bungsu berada di dalam
gua itu, tanpa disangka-sangka terjadilah peristiwa
yang sangat menakutkan di dalam gua batu itu. Suara
gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin
merobohkan gua batu tersebut.

Si bungsu pun hanya bisa menangis dan
menjerit-jerit untuk menahan rasa ketakutannya.
Pada saat itu ,dengan disertai bunyi yang menggelegar,
muncullah seorang kakek tua renta yang sakti dan
berada tepat di hadapan si bungsu. Si bungsu pun
terkejut melihatnya. Tidak lama kemudian, kakek itu
berkata, "Sedang apa kamu di sini cucuku ?", lalu si
bungsu pun menjawab," Hamba ditinggalkan oleh
kakak-kakak hamba, Kek!" Si bungsu pun menangis
ketakutan sehingga air matanya tidak berhenti keluar.
Tanpa diduga-duga, pada saat itu dengan kesaktian
kakek tersebut, titik-titik air mata si bungsu secara
perlahan-lahan berubah menjadi telur-telur putih
yang besar dan banyak jumlahnya.Si bungsu pun
telah diubah bentuknya oleh si kakek sakti menjadi
seekor burung yang indah bulu-bulunya. Si bungsu
masih bisa berbicara seperti manusia pada saat itu,
lalu kakek itu berkata lagi,

"Cucuku aku akan menolong kamu dari
kesengsaraan yang menimpa hidupmu tapi dengan
cara engkau telah kuubah bentukmu menjadi seekor
burung dan kamu akan aku beri nama Burung Ruai.
Apabila aku telah hilang dari pandanganmu, eramlah
telur-telur itu supaya jadi burung-burung sebagai
temanmu!".


Kemudian secara tiba-tiba si bungsu telah
berubah menjadi seekor burung dengan menjawab
pembicaraan kakek sakti itu dengan jawaban kwek
... kwek ... kwek ... kwek .... kwek. Bersamaan dengan
itu, kakek sakti menghilang bersama asap dan burung
ruai yang sangat banyak jumlahnya dan pada saat
itu pula burung-burung itu pergi meninggalkan gua
dan hidup di pohon depan tempat tinggal si bungsu
dahulu, dengan bersuara kwek ... kwek .... kwek ...
kwek .... kwek. Mereka menyaksikan kakak-kakak
si bungsu yang dihukum oleh ayahnya karena telah
membunuh si bungsu.

Sumber: www.sambas.go.id



Share this: